Ketika
kita menjadi anak-anak, kita akan bertemu dengan orang lain….
Ketika
kita mengenalnya, dan mulai berbicara dengannya, kita akan menjadi temannya.
Dalam
hidup ini kita tidak pernah ditakdirkan untuk sendiri, bahkan mulai kita
dilahirkan di dunia ini. Pada mulanya, kita dilahirkan di sebuah keluarga,
dengan ayah dan ibu yang menyayangi kita. Kehadiran kita di keluarga begitu
disambut, kita dibelai dengan lembut, dan diberikan segala sesuatu yang terbaik
untuk kita, yang tidak dinilai berdasarkan nominal, rupa, ataupun ukuran.
Namun, yang telah diberikan untuk kita merupakan wujud kasih dan sayang dari
orang tua kita, dan itu merupakan tanda bahwa keluarga kita peduli dengan kita.
Saat
kita menjadi temannya, kita akan mengenalnya lebih dekat….
Kita
akan mengenal dirinya, kesehariannya, dan hal yang nampak pada umumnya, seiring
dengan berjalannya waktu, semakin jelas kita melihat teman kita…
Waktu…
Ia
akan menampakkan apa yang tersembunyi dalam diri seorang teman, mengenai
kesukaannya, ketidak sukaannya, ketakutannya akan sesuatu, masa lalu,
impiannya, dan hal kecil yang sering tidak muncul ketika kita mulai
mengenalnya.
Saat
itu kita akan dihadapkan pada dua pilihan, tetap menjadi temannya, atau pergi
darinya…
Jika
kita memilih pergi darinya karena beberapa perbedaan kita akan merugi, kita
tidak akan mendapat kesempatan untuk berbagi pikiran dengannya, kita tidak lagi
dapat saling mengenal hal baru diluar diri kita, dan kita hanya akan mengenal
diri kita dan apa yang melekat pada kita..
Jika
kita lebih memilih kesamaan, kita akan kehilangan arah..
Karena
kita hanya melihat diri kita, kita hanya akan dikelilingi oleh hal-hal yang
kita inginkan, dan kita akan selalu menghilangkan apa yang tidak kita senangi,
membuang jauh yang kita benci..
Maka
kita hanya akan mendapati diri kita sendiri, meskipun kita pada mulanya tidak
sendiri. Akankah terdapat kehidupan dalam diri kita jika kita hanya memiliki
apa yang kita ingini ?
Teman……
Siapapun
dia, bagaimanapu dia, kita memerlukannya…
Untuk
hidup, untuk warna, untuk senyuman, dan untuk air mata….
Seandainya
kita dapat menerima teman, dan kita dapat memahaminya apa adanya, kita akan
dihadapkan pula pada dua pilihan…
Stop
sampai disini sebagai teman,
atau
Next
untuk menjadi sahabat….
Sahabat……
Demikian
mudah untuk diucapkan, dan mudah pula untuk didengar, namun begitu rumit dan
sulit untuk menjadi sahabat.
Sahabat
adalah seseorang yang selalu menemani kita, teman untuk berbagi cerita, teman
untuk berbagi senyuman, air mata, teman yang ada dalam sepenggal perjalanan
hidup kita..
Ketika
seorang sahabat menangis, kita tidak boleh mengangis, kita harus tetap tegar
untuknya dan tetap tersenyum untuk membahagiakannya..
Ketika
sahabat kita bahagia, kita tidak boleh menangis, kita harus ikut bahagia
dengannya, dan memberinya selamat atas kebahagiaannya saat itu, serta
mendo’akan kebahagiaannya agar selalu hadir.
Sampai
hari ini aku melihat beberapa orang yang mengatakan “aku dan dia bersahabat”
namun pada akhirnya mereka tetap berpisah seolah-olah mereka hanyalah teman
yang tidak pernah menjadi teman yang dekat. Apakah sahabat semudah itu
melepaskan ikatan pertemanan yang erat ?.. sering kali kita melihat setitik
noda hitam diatas kertas yang putih tanpa kita menyadari warna putih kertas
yang begitu banyak. Demikian halnya dengan sesorang, ia akan melihat kesalahan
dari seseorang meski hanya sedikit dan sebenarnya tak sebanding dengan kebaikan
yang telah diberikan. Seorang sahabat akan berbaik hati untuk bersikap baik
pada lainnya, mengingatkan jika perbuatannya menyimpang atau melukai orang
lain, membicarakan hal yang baik, menutupi aib, jujur didepan dan apa adanya.
Namun, benarkah jika persahabatan dapat selesai begitu saja hanya karena
kesalahan yang hanya sekali terjadi, bahkan tidak sebanding dengan kebaikan
yang telah ia berikan…
Sahabat
seharusnya tidak saling menyakiti, tidak membohongi, tidak menusuk dari belakang, dan tidak akan
pernah menjadi sandungan bagi jalan sahabatnya. Jika seorang sahabat telah
menyakiti, membohongi, bahkan menusuk dari belakang sahabatnya, apakah itu
dapat diktakan sebagai sahabat ? seandainya memang ada sesuatu yang harus
disembunyikan, sebaiknya seorang sahabat mengatakan bahwa ada yang ia
sembunyikan dan tidak perlu diketahui, maka tidak akan ada saling curiga…
Jenuh…..
Jika
memang kejenuhan menjadi sesuatu yang membuat kerusakan dalam tali
persahabatan, kenapa tali itu tidak dilonggarkan, dan untuk sejenak kita
benar-benar sendiri, karena dengan sendiri kita dapat merefleksikan diri dan
introspeksi atas apa yang telah kita lakukan.
Seiring
bejalannya waktu, dikala perpisahan telah hadir, semua yang telah lalu akan
menjadi sesuatu yang manis, dan akan menjadi memori yang indah meski pahit yang
dilalui. Perpisahan mungkin memang seharusnya datang, dan sahabat akan saling
merangkul untuk terakhir kalinya, perpisahan yang mungkin terjadi karena waktu,
dan sahabat manapun yang menghadapinya akan bersedih, karena semua cerita
mengenai persahabatan akan sulit dilakukan lagi.
Perpisahan
karena jarak, waktu, dan tempat….